Pages

Wednesday, December 31, 2014

The Edge

Harusnya hari ini kita ada di rumah. Nonton TV. Nungguin malam tahun baru.

Sayangnya sekarang kita malah di tempat nggak jelas ini. Sempit-sempitan. Nggak jelas.

Kalo kalian menganggap aku harusnya bersyukur masih bisa berkumpul bersama kalian meski dalam keadaan kayak gini, coba kalian mikir gimana rasanya jadi aku.

Aku sudah terlalu banyak memahami kalian, mengalah, pura-pura bahagia, pura-pura nggak pernah nuntut supaya nggak nambah beban pikiran kalian. 

But I'm just a little kid that live too faraway from home...

Aku pergi, tersesat, dikhianati, menelan semua hal buruk itu seorang diri. Menanggung akibat dari masalah yg sama sekali bukan aku penyebabnya.

Aku pengen pulang. Pengen hidup tenang. Udah gitu aja.

Coba kalian berusaha sedikit aja buat aku, karena sejauh ini yg aku tau kalian nggak mencoba sedikit pun.

Please, I'm begging you. 

Saturday, December 27, 2014

No More

Now I decided not to care anymore. I know I should, but I deserve my own happiness. I deserve not to care because it isn't my shit though.


Julien Ang

Ada yang pernah baca bukunya Christian Simamora yg judulnya 'Guilty Pleasure' nggak? 

Well, terkepas dari review kebanyakan orang tentang isi plus jalan cerita buku itu yg buruk, aku cukup impressed dengan tokoh utamanya : Julien Ang.

Di buku itu Julien Ang digambarkan sebagai seorang om2 tajir sexy semacam Robert Downey Jr lah. Nah, entah bagaimana kemaren waktu ogut makan sate sama Babeh, ada om2 kece banget pake sweater plus celana jeans item, duuk di sebelah Babeh. Lebih kecenya lagi, waktu dia mempersilahkan Babeh ogut lewat, suaranya..... Beuuuhhhh...

Kalo menurut deskripsinya bang ChristMor, "perpaduan pita suara Vin Diesel dan testosteron"

Seksi banget.

Cuma si om2 kece ini nggak punya warna rambut garam dan merica. 

But overall, om ini sudah sangat Julien Ang!

Buat si om yang kalo kebetulan nyasar ke blog ini dan baca postingan ini...

Lo kece, Om! Ogut ngefans! Masih single nggak? :D

Tuesday, December 23, 2014

Get A Rest, la~

Yang lucu adalah ketika kamu meludah terus kamu jilat lagi ludahanmu itu. Jijik kan?

Udah kerjaannya ngritik orang, ngatain orang dari belakang, eh nggak taunya kamu nggak lebih baik dari orang-orang yang kamu bicarain itu.

Freak ya? Well, kalo menurut aku sih lebih pas disebut pecundang sih daripada freak. 

Atau enakan disebut MUNAFIK?

Terserah deh, mau dianggap apa kamu-kamu itu. Kalo kata dosenku, kamu itu termasuk dalam golongan hipokrit alias PALSU. 

Iya, palsu.

Kamu berusaha membuat citra sedemikian rupa biar keliatan baik padahal dalemnya bangke banget.

Bitch... Get a rest lah~

Mumpung belum terlambat. Mumpung karmamu belum berbuah. 

Aku disini bukan berlagak sok bijak ya dengan menasihati kamu supaya berhenti dari kegiatan menjilat ludah sendiri itu.

I'm that asshole as you.

Tapi bedanya aku nggak berusaha menutupi kebangkeanku seperti kamu. 

Karena aku sadar

Bangkai itu walopun disimpan rapat-rapat, bakal kecium juga baunya.

Kamu mau bangke busuk di dalam diri kamu itu terbongkar?

Well, itu urusan kamu sih.

Tapi sampe hari dimana semua orang jadi muak sama kamu dan berbalik memperlakukan kamu seperti kamu memperlakukan mereka...

I WILL BE THE PERSON WHO LAUGH THE LOUDEST.

Aku bakal ketawa paling keras saat kalian ngerasain hal itu.


Kiss from hell,
-c- 


Lost

Day by day, I'm feeling lost. Since the beginning, I never want to deal with this but I had to because I care about you. Now that I'm walking through this, I feel like a dead zombie, robot, or any heartless living things that just keep doing something without knowing the purpose. 

This isn't life that I signed up for.

Holiday

I wish the word 'holiday' never exists.

Since everything changes, it's hurt whenever I hear that word. It's hurt when everyone ask me whether I'm back to my hometown or not. 

Because since last year, I couldn't back.

It's all because my Dad.

Again, all I can do is just blame him. I know I'm not supposed to, but I've been understand him for so long, become his best daughter who never complaints, who always listens to him, even I was just a kid...

Now if I don't mind it for awhile, will he understand?

I'm just tired.

I'm just too faraway from home...


Saturday, December 6, 2014

HEARTBREAKER : Truth

Every heartbreaker has their own reason

Seharusnya Sabtu ini menjadi akhir pekan yang menyenangkan. Seolah sedang berduka, hujan turun, tak kunjung berhenti di luar sana. Didukung oleh awan hitam nan kelabu, Sabtu ini terasa semakin sendu.

Sepasang kekasih hanya bisa terdiam, menyaksikan acara TV yang sama sekali tak menghibur dalam sebuah ruang keluarga yang dingin. Dingin karena cuaca, dingin juga karena mereka yang sedari tadi hanya saling bergelung dalam satu dekapan tanpa berbicara sepatah kata pun.

Si wanita berulang kali menatap kekasihnya, bertanya dalam bahasa mata  apa yang sedang dipikirkan pria itu, namun berulang kali pula pria itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela, seolah menghindar.

Wanita itu sadar, dari sorot matanya ada sesuatu yang tak beres dengan kekasihnya karena ia tak pernah seresah itu. 

Pada akhirnya wanita itu berbicara

"Ada apa?"

Pria itu meliriknya, lalu menghela nafas. Sejurus kemudian pria itu mengeratkan pelukannya, lalu menenggelamkan dirinya dalam lautan yang terurai indah sebagai mahkota kecantikan wanita itu. Ia menyesap harum madu yang muncul disetiap helainya. 

Lalu setetes air jatuh dari pelupuk matanya.

Wanita itu tersentak, ketika merasakan ada sesuatu jatuh membasahi rambutnya. Ketika ia menarik dirinya dari pelukan pria itu, ia semakin terkejut, melihat kekasihnya sudah berurai air mata.

"Mengapa? Mengapa kau menangis?" 

Ia menyeka derai air mata yang semakin deras itu. "Ada apa?"

Pria itu malah semakin terisak. Badannya bergetar hebat. Dalam sisa-sisa nafasnya, ia mencoba berkata.

"Aku tidak bisa mencintaimu lagi."

Wanita itu terdiam. Berusaha mencerna apa yang baru saja ia dengar. Matanya mengerjap. Bingung. Tak percaya. Berharap apa yang keluar dari mulut kekasihnya itu hanya sebuah gurauan untuk mencairkan suasana.

Namun rasa bersalah yang tergambar jelas dari wajah itu meyakinkannya bahwa pernyataan yang ia dengar barusan mengandung seratus persen keseriusan. 

"Hah?"

Pada akhirnya, hanya itu yang keluar dari bibirnya. Ia tak tau harus bereaksi bagaimana. 

"Aku tak bisa mencintaimu lagi, atau wanita manapun di dunia ini..."

Kalimat itu semkain membingungkannya. Ia benar-benar sudah tersesat jauh demi mencari arti pernyataan yang tiba-tiba diungkapkan di hari Sabtu yang seharusnya menyenangkan ini. Lalu pria itu menambahi lagi dengan pernyataan yang membuatnya harus berpikir lebih keras, bukan untuk menemukan artinya,

namun untuk berusaha menerima dengan akal sehatnya.

"Maafkan aku,"

Pria itu menunduk. Menangis lebih kencang dalam rasa bersalahnya. Salah karena telah menyakiti wanita itu. Salah karena ia telah jujur. 

Salah karena ia mencintai orang lain yang semestinya tak bisa ia cintai.